Kamis, 10 Januari 2019

Solusi Rumah Anti Gempa dengan Bantalan Karet Tahan Gempa (Rekayasa Gempa)


Solusi Rumah Anti Gempa dengan Bantalan Karet Tahan Gempa (Seismic Bearing) [Universitas Gunadarma Review]

Penggunaaan Bantalan karet alam untuk melindungi bangunan terhadap gempa bumi (base isolation) tampaknya akan semakin luas digunakan. Indonesia sebagai salah satu negara rawan gempa memerlukan teknologi pembuatan bantalan tahan gempa. Musibah gempa selalu meninggalkan kerusakan infrastruktur bangunan. Untuk mengantisipasi kerusakan fisik bangunan di daerah rawan gempa bumi, penggunaan bantalan dari lempengan karet alam dan lempengan baja tersebut dapat mengurangi reaksi getaran horizontal sampai 70%.

Balai Penelitian Teknologi karet Bogor sebagai Balai Penelitian mempunyai teknologi pembuatan bantalan tahan gempa yang digunakan untuk rumah tinggal maupun gedung bertingkat. Bantalan yang digunakan untuk melindungi gempa bumi dibuat dari campuran lempengan karet alam dan lempeng baja. Bantalan tersebut dipasang disetiap kolom yaitu diantara pondasi dan bangunan. Karet alam berfungsi untuk mengurangi getaran akibat gempa bumi sedangkan lempeng baja digunakan untuk menambah kekakuan bantalan karet sehingga penurunan bangunan saat bertumpu diatas bantalan karet tidak besar.

Jika kita membicarakan bencana gempa bumi, yang terpikir oleh kita adalah bagaiman caranya menciptakan sebuah bangunan anti gempa yang kuat dan fleksibel untuk dapat mengikuti gerakan dari gempa tersebut. Banyak bermunculan solusi-solusi rumah anti gempa dan salah satunya menggunakan konsep rumah kayu atau bambu.

Apabila melihat realitanya, memang benar dengan konstruksi rumah panggung dan bahan kayu, maka rumah tersebut akan aman dari bencana gempa bumi dan banjir. Jika ada badai, apakah material kayu atau bambu akan cukup kuat? Untuk menghadapi bencana gempa bumi sekaligus tahan badai, kita bisa menggunakan teknologi konstruksi dalam negeri yang memiliki terobosan soal bencana alam. Teknologi tersebut menggunakan Seismic Bearing.

Bantalan karet alam (Seismic Bearing) ini berguna untuk melindungi bangunan terhadap gempa bumi. Hebatnya teknologi ini merupakan karya anak bangsa yaitu Balai Penelitian Teknologi Karet Bogor. Teknologi pembuatan dan bahan bantalan tahan gempa yang digunakan untuk rumah tinggal maupun gedung bertingkat ini sebagian besar ada di dalam negeri. Jadi, bisa dikatakan tidak menjadi masalah untuk memproduksinya. Bantalan karet alam tersebut dapat mengurangi daya reaksi, karena karet memiliki sifat fleksibilitas dan menyerap energi. Penggunaan bantalan karet alam untuk melindungi bangunan terhadap gempa bumi.

Pengaruh gempa bumi yang sangat merusak struktur bangunan adalah komponen getaran horizontal. Getaran tersebut dapat menimbulkan gaya reaksi yang. Oleh sebab itu gaya yang sampai pada bangunan tersebut lebih besar dari kekuatan struktur maka bangunan tersebut akan rusak. Gaya reaksi yang sampai bangunan dapat dikurangi melalui penggunaan bantalan karet tahan gempa. Pada dasarnya perlindungan bangunan oleh bantalan karet tahan gempa dicapai melalui pengurangan getaran gempa bumi kearah horizontal dan memungkinkan bangunan untuk begerak bebas saat berlangsung gempa bumi tanpa tertahan oleh pondasi.

Aplikasi bantalan ini digunakan untuk melindungi bangunan dari gempa bumi dan dibuat dari kombinasi lempengan karet alam dan lempeng baja. Bantalan tersebut dipasang di setiap kolom yaitu diantara pondasi dan bangunan. Karet alam berfungsi untuk mengurangi getaran akibat gempa bumi, sedangkan lempeng baja digunakan untuk menambah kekakuan bantalan karet sehingga penurunan bangunan saat bertumpu diatas bantalan karet tidak besar.

Pengaruh gempa bumi yang sangat merusak struktur bangunan adalah komponen getaran horizontal. Getaran tersebut dapat menimbulakan gaya reaksi yang besar, bahkan pada puncak bangunan dapat bertambah hingga mendekati dua kali lipatnya.

Oleh sebab itu apabila gaya yang sampai pada bangunan tersebut lebih besar dari kekutan struktur  maka bangunan tersebut akan rusak. Gaya reaksi inilah yang dapat dikurangi melalui penggunaan bantalan karet anti gempa atau tahan gempa. Singkat kata, cara perlindungan bangunan oleh bantalan karet tahan gempa dicapai melalui pengurangan getaran gempa bumi ke arah horizontal dan memungkinkan bangunan untuk bergerak bebas saat berlangsungnya gempa bumi tanpa tertahan oleh pondasi.

Melihat posisi bantalan karet yang berada di pondasi, maka akan lebih tepat apabila solusi ini diterapkan pada pembangunan rumah baru. Namun hal ini bisa dilakukan juga pada bangunan yang telah berdiri dengan cara pemugaran. Dengan menggunakan cara ini diharapkan bahwa kita bisa mendapatkan sebuah hunian yang siap menghadapi bencana gempa bumi dan tetap memiliki dasar struktur yang kuat saat menghadapi terjangan badai.

Perkembangan teknologi konstruksi begitu pesat sehingga bermunculan ide-ide yang bisa mengatasi berbagai bencana alam. Dengan penggabungan konsep rumah panggung, bahan material yang kuat serta ringan dan pondasi anti gempa, maka kita akan mendapatkan sebuah rumah yang bisa bertahan dari berbagai ancaman terutama bencana gempa.











Muhamad Putra Ramadhan/14315410/4TA05/I Kadek Bagus Widana Putra/Teknik Sipil/Universitas Gunadarma




Daftar Pustaka :








Senin, 12 November 2018

Aspek Agraria Dalam Pembangunan (Aspek Hukum Dalam Pembangunan)


1.      Definisi Aspek Agraria

Acuan dasar, sekaligus syarat pokok, untuk dapat merumuskan kebijakan dan program keagrariaan yang membumi adalah pengetahuan yang memadai tentang realitas empiris keagrariaan tersebut.  Di Indonesia, secara umum dapat dikatakan akumulasi pengetahuan keagrariaan masih terbatas.  Pangkal penyebabnya adalah stigmatisasi “masalah agraria” sebagai “agenda komunisme” bersamaan dengan peralihan  kekuasaan dari rejim Soekarno ke rejim Soeharto tahun 1966.  Pelarangan terhadap ideologi dan organisasi komunis sejak masa itu, praktis kemudian ditafsirkan sebagai pelarangan terhadap debat dan kajian agraria juga.  Konsisten dengan hal tersebut, tema agraria sejak saat itu boleh dikatakan “membeku”, kalau bukan “lenyap”, dari khasanah penelitian sosial di Indonesia (White, 2002:62; Wiradi, 2000:13).  Hasilnya ilmuwan sosial dan birokrat pemerintahan menjadi “buta agraria”. Akibat lebih lanjut, mereka mengalami kesulitan untuk merumuskan suatu kebijakan reforma agraria ketika hal itu dimungkinkan, menyusul jatuhnya rejim Soeharto tahun 1998.

Mengacu pada masalah di atas, tulisan ini merupakan bagian kecil dari upaya untuk membangkitkan debat dan kajian agraria di Indonesia, khususnya di lingkungan peneliti sosial.  Untuk memenuhi maksud itu, di sini hendak ditawarkan dua hal yaitu, pertama, suatu kerangka  analisis bagi kajian agraria dan, kedua, suatu pilihan metode untuk kajian agraria di Indonesia.  Karena statusnya tawaran, sudah pasti tulisan ini tidak berpretensi memaksakan  suatu kerangka ataupun metode kajian agraria tertentu.

Diskusi tentang kerangka kajian agraria harus dimulai dari konsep inti didalamnya yaitu konsep “agraria” itu sendiri.  Di Indonesia, konsep “agraria” kini tergolong sebagai konsep yang populer, dalam arti “dikenal benar oleh  banyak orang tetapi hanya dimengerti benar oleh sedikit orang”.  Dalam khasanah pengetahuan umum, pengertian konsep agraria itu telah direduksi sebagai “pertanian” (agriculture), atau bahkan lebih sempit lagi hanya sebatas “tanah pertanian” (land). Melalui suatu penelusuran etmologis dan historis, Tjondronegoro dan Wiradi (2001) dengan jelas telah menunjukkan bahwa pereduksian makna agraria seperti di atas merupakan kesalahan tafsir yang serius.  Melalui  penelusuran etimologis Kamus Bahasa LatinIndonesia (1969) dan World Book Dictionary (1982), mereka menunjukkan bahwa istilah "agraria" itu berasal dari kata ager dalam bahasa Latin. Arti kata itu adalah: (a)lapangan; (b)pedusunan (lawan dari perkotaan); (c)wilayah. Kembaran kata tersebut adalah kata agger, artinya: (a)tanggul penahan/pelindung; (b)pematang;  (c)tanggul  sungai; (d)jalan tambak; (e)reruntuhan tanah;  (f)bukit. 

Jelas, menurut mereka, secara etimologis konsep agraria mengandung pengertian yang jauh lebih luas dari sekadar “tanah pertanian” atau "pertanian" saja. Kata-kata “bukit”, "pedusunan", dan "wilayah" menunjuk pada pengertian yang luas, yaitu suatu bentang alam yang mencakup keseluruhan kekayaan alami (fisik dan hayati) dan kehidupan sosial yang terdapat di dalamnya.  Dengan demikian konsep “agraria” mengandung dua unsur yang saling mengandaikan dalam kehadirannya yaitu kekayaan alami dan manusia sosial.  Unsur pertama (kekayaan alami), kemudian dikenal sebagai sumber agraria,  dapat disebut sebagai obyek agraria dan yang kedua (manusia sosial) sebagai subyek agraria. 

Dalam keseluruhan pengertian agraria tersebut “tanah” (land) memiliki posisi sentral, tidak lain karena ia mewadahi keseluruhan kekayaan alami dan kehidupan sosial yang ada. Secara historis, dengan menelusuri gerakan-gerakan reforma agraria sejak masa Yunani Kuno sampai abad ke-19, Tjondronegoro dan Wiradi juga menemukan fakta bahwa  konsep agraria telah digunakan dalam arti yang lebih luas dari sekadar tanah atau tanah pertanian.   Dengan merujuk pada hasil kajian E. Tuma (1965) tentang reforma agraria di berbagai negara (Yunani, Italia, Inggris, Perancis, Rusia, Mexico, Jepang, Mesir) 26 abad yang lalu,  mereka menunjukkan bahwa reforma agraria mencakup aspek yang sangat luas yaitu antara lain pemilikan tanah, pemusatan tanah dan pendapatan, diferensiasi kelas, skala usaha (kecil vs besar), rasio tanah/tenaga kerja, kekurangan lapangan kerja, dan surplus tenaga kerja. 





2.       Konsep Aspek Agraria

Di Indonesia, sebagaimana terbaca dalam UUPA No. 5/1960, para pendiri republik kita sebenarnya juga dapat dikatakan bahwa tindakan manusia dalam bidang keagrariaan juga mengandung dimensi-dimensi kerja dan interaksi/komunikasi. Dari sini, secara deduktif  kemudian dirumuskan dua proposisi dasar analisis agraria sebagai berikut:  pertama, ketiga subyek agraria memiliki hubungan teknis dengan obyek agraria dalam bentuk kerja pemanfaatan berdasar hak penguasaan (land tenure) tertentu;  kedua, ketiga subyek agraria  satu sama lain berhubungan atau berinteraksi secara sosial dalam rangka penguasaan dan pemanfaatan obyek agraria tertentu.  Merujuk pada Wiradi (1984:287) proposisi pertama merumuskan hubungan antara manusia dengan sumber agraria sedangkan proposisi kedua merumuskan hubungan antara manusia dan manusia. dapat dikatakan bahwa tindakan manusia dalam bidang keagrariaan juga mengandung dimensi-dimensi kerja dan interaksi/komunikasi. Dari sini, secara deduktif  kemudian dirumuskan dua proposisi dasar analisis agraria sebagai berikut:  pertama, ketiga subyek agraria memiliki hubungan teknis dengan obyek agraria dalam bentuk kerja pemanfaatan berdasar hak penguasaan (land tenure) tertentu;  kedua, ketiga subyek agraria  satu sama lain berhubungan atau berinteraksi secara sosial dalam rangka penguasaan dan pemanfaatan obyek agraria tertentu.  Merujuk pada Wiradi (1984:287) proposisi pertama merumuskan hubungan antara manusia dengan sumber agraria sedangkan proposisi kedua merumuskan hubungan antara manusia dan manusia.

Karena kerja bersifat searah, maka hubungan teknis pemanfaatan obyek atau sumber agraria oleh subyek bersifat searah pula, kendati sebenarnya dapat juga dibayangkan suatu respon ekologis dari sumber agraria sebagai reaksi terhadap 5tindakan pemanfaatan .  Hubungan teknis agraria itu menunjuk pada cara kerja subyek mengelola sumber agraria untuk pemenuhan

kepentingan-kepentingan sosialekonominya. Tergantung pada idiologinya -- untuk sebagian  juga  teknologinya -- cara-cara kerja itu bervariasi antar subyek, mulai dari cara konservatif di satu ujung sampai cara eksploitatif di ujung lain.  Variasi tersebut kemudian menghasilkan adalah aneka pola pemanfatan sumber-sumber agraria. 

Variasi atau atau cara kerja yang berbeda-beda dalam suatu kawasan tertentu dapat menjadi sumber konflik antar subyek agraria. Konflik terjadi terutama apabila  cara kerja subyek tertentu  menimbulkan dampak buruk ekologis yang juga harus ditanggung subyek lain tanpa suatu kompensasi apapun.   Misalnya, eksploitasi hutan menyebabkan kerusakan tata air tanah di hulu sehingga petani sawah di hilir menjadi korban kekeringan atau sebaliknya kebanjiran.  Contoh lain, operasi pukat harimau sampai ke perairan dangkal menjarah dan merusak “area tangkap” (fishing ground) nelayan tradisional atau nelayan kecil.

Berbeda dengan hubungan teknis kerja, maka interaksi sosial atau hubungan komunikasi antara subyek-subyek agraria bersifat dua arah.  Dasarnya adalah hak

penguasaan obyek atau sumber agraria yang dipunyai oleh masingmasing subyek.  Perbedaan antar subyek dalam hak penguasaan sumber agraria itu menghasilkan suatu tatanan sosial yang dikenal sebagai struktur (sosial) agraria.  Dengan demikian struktur agraria pada dasarnya menunjuk pada hubungan antar berbagai status sosial menurut penguasaan sumbersumber agraria.  Hubungan tersebut dapat berupa hubungan “pemilik dengan pemilik”, “pemilik dengan pembagi-hasil”, “pemilik dengan penyewa”, “pemilik dengan pemakai”, dan lain-lain. 

Hubungan sosial agraria itu mengandung berbagai dimensi, antara lain sosiologis, antropologis (budaya), ekonomi, politik, dan hukum.  Berbagai dimensi tersebut mengisyaratkan bahwa kajian agraria menuntut pendekatan interdisipliner walaupun, mengutip Tjondronegoro (1999:4), berbagai demensi itu dapat saja “mencapai konvergensi dalam suatu tinjauan sosiologi”.  Dengan ini sebenarnya hendak dikatakan bahwa hubungan sosial agraria, atau interaksi sosial antar subyek-subyek agraria, bukanlah suatu realitas yang sederhana, walaupun juga bukanlah sesuatu yang sangat rumit.

Konflik agraria, sebagai suatu gejala struktural, berpangkal pada ketidakserasian atau benturan kepentingan antar subyek dalam hubungan agraria.   Jelasnya, jika dua atau lebih pihak subyek memiliki klaim hak penguasaan atas suatu unit sumber agraria yang sama, maka terjadilah sengketa agraria.  Misalnya, suatu perusahaan memiliki klaim HPH atas suatu kawasan hutan dan, pada saat yang sama, atas kawasan yang sama komunitas setempat juga mengajukan klaim hak ulayat.  Saling klaim semacam ini kerap berakhir dengan sengketa berkepanjangan, terlebih jika pemerintah misalnya memiliki kepentingan-kepentingan ekonomi dan politik yang mengarahkannya untuk memihak pengusaha.

Pola-pola hubungan atau interaksi sosial agraria yang terdapat dalam masyarakat sangat ditentukan oleh formasi sosial yang ada.  Perbedaan dalam cara produksi yang eksis dan tipe cara produksi yang dominan akan mengakibatkan perbedaan dalam pola hubungan agraria yang berlaku.  Beberapa tipe cara produksi yang mungkin eksis dalam suatu masyarakat, dengan salah satu diantaranya tampil dominan, adalah (Jacoby, 1971; Wiradi, 2000:183):  (a)tipe naturalisme:  sumber agraria telah memahami konsep agraria dalam arti yang luas, sesuai dengan pengertian asli atau sebenarnya.  Dalam UU tersebut sumber agraria dirumuskan sebagai “seluruh bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya...” (Pasal 1 ayat 2).  “Dalam pengertian bumi selain permukaan bumi, termasuk pula tubuh bumi bawahnya serta yang berada di bawah laut” (Pasal 1 ayat 4). “Dalam pengertian air termasuk baik perairan pedalaman maupun laut wilayah Indonesia” (Pasal 1 ayat 5). “Yang dimaksud dengan ruang angkasa ialah ruang di atas bumi dan air tersebut…” (Pasal 1 ayat 6).

Berdasarkan Pasal 1 (ayat 2,4,5,6) UUPA 1960 itu dapat disimpulkan bahwa konsep agraria menunjuk pada beragam obyek atau sumber agraria sebagai berikut: Tanah, atau “permukaan bumi”,  yang merupakan  modal alami utama dalam kegiatan pertanian dan peternakan. Petani memerlukan tanah untuk lahan usaha tani dan peternak memerlukannya untuk padang rumput.

Perairan, baik di daratan  maupun di lautan, yang merupakan modal alami utama dalam kegiatan perikanan (sungai, danau, dan laut). Pada dasarnya perairan merupakan arena penangkapan ikan (fishing ground) bagi komunitas nelayan. ! Hutan, kesatuan flora dan fauna dalam suatu kawasan tertentu, yang merupakan modal alami utama dalam kegiatan ekonomi komunitas-komunitas perhutanan. Komunitaskomunitas tersebut hidup dari pemanfaatan beragam hasil hutan (kayu dan non-kayu) menurut tata kearifan lokal. ! Bahan tambang, mencakup beragam bahan tambang/mineral yang terkandung didalam "tubuh bumi" (di bawah permukaan bumi dan laut) antara lain minyak, gas, emas, bijih besi, timah, batu-batu mulia (intan, berlian, dll.), fosfat, batu, dan pasir. Udara, dalam arti “ruang diatas bumi dan air” maupun  materi udara (O2) itu sendiri.  Arti penting materi "udara" sebagai sumber agraria  semakin terasa belakangan ini, setelah polusi udara akibat asap (kebakaran

 Jika suatu pola pemanfaatan tidak memberi peluang resiliensi  (pemulihan diri) alam secara memadai maka sumber-sumber agraria akan mengalami degradasi terus-menerus sampai pada suatu titik ia berbalik

Perhatikan bahwa substansi amanah  teologis ini  terbaca juga dalam rumusan Pasal 1 ayat 2 UUPA 1960: "Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dalam wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air, dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional”. Hutan, pabrik, kendaraan bermotor dan paparan aerosol (dari mesin pendingin, racun ataupun kosmetika semprot, dll.) mengganggu kenyamanan, keamanan, dan kesehatan manusia.

Selain mencakup beragam obyek agraria (unsur kekayaan alami), seperti telah disinggung sebelumnya, pengertian agraria juga mencakup unsur “kehidupan sosial” yang secara implisit menunjuk pada beragam subyek agraria.  Unsur subyek dalam hal ini menunjuk pada manusia yang menguasai dan memanfaatkan bumi dan segala isinya  atau secara spesifik obyek agraria.  Dalam hal ini, hak penguasaan atas bumi tersebut merupakan suatu amanah teologis juga.  Dalam Kitab Kejadian  disebutkan: “...lalu Allah berfirman kepada mereka (Adam dan Hawa, Pen.): 'Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burungburung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi'” 4( Kej. 1:28).

Secara garis besar subyek agraria tersebut dapat dipilah ke dalam tiga kelompok sosial yaitu komunitas, pemerintah (representasi negara), dan perusahaan swasta (private sector).  Masing-masing kelompok subyek tersebut dapat dipilah lagi ke dalam tiga unsur yang saling terkait secara hirarkis: komunitas mencakup unsur-unsur individu, keluarga, dan kelompok;  pemerintah mencakup unsur-unsur pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan pemerintah desa;  perusahaan swasta mencakup unsur-unsur perusahaan kecil, perusahaan sedang, dan perusahaan besar. Secara khusus kelompok pemerintah juga mencakup badan usaha (perusahaan) milik pemerintah (pusat/daerah) yang merupakan salah-satu wujud dari organisasi-organisasi pemerintah.





3.      Pembangunan Stuktur pada Aspek Agraria

Reformasi adalah pembaruan yang bertujuan mengoreksi bekerjanya berbagai institusi dan berusaha menghilangkan berbagai hal buruk yang dianggap sebagai sumber malfuction-nya institusi dalam suatu tata sosial. Dalam reforma agraria, perubahan tidak hanya perubahan fungsi tetapi juga perubahan struktur5. Perubahan struktural tersebut mendasarkan diri pada hubungan-hubungan intra dan antar subyek-subyek agraria dalam kaitan akses (penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan) terhadap obyek-obyek agraria. Namun secara konkret, reforma agraria diarahkan untuk melakukan perubahan struktur penguasaan tanah dan perubahan jaminan kepastian penguasaan tanah bagi rakyat yang memanfaatkan tanah dan kekayaan alam yang menyertainya6. Perubahan struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tersebut tentunya ke arah yang lebih adil dan lebih demokratis.

Sejalan dengan pendapat di atas, Kuhnen7 memberi pengertian reforma agraria : a bundle of measures for overcoming the obstacles to economic and social development that based on shortcomings in the agrarian structure. Pendapat Kuhnen tersebut menitik-beratkan pada fungsi reforma agraria untuk mengatasi hambatan dalam pembangunan ekonomi dan sosial yang didasarkan pada kelemahan struktur agraria itu sendiri. Di Indonesia, kelemahan struktur agraria tersebut berupa ketimpangan struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah dan sumber daya alam. Di mana korporasi atau pemilik modal memiliki akses yang besar dibandingkan masyarakat yang tinggal di sekitar sumber daya alam terletak. Hal demikian memicu timbulnya kemiskinan dan ketidak adilan, yang diyakini menjadi peyumbang utama keterbelakangan suatu negara8. Untuk mencegahnya, maka reforma agraria perlu menjadi landasan pembangunan.

Saat ini, ada pendapat yang keliru dalam memaknai negara maju/modern, yaitu negara yang menitikberatkan pada kegiatan industri, terutama industri manufaktur. Dengan demikian, jika Indonesia ingin menjadi negara modern harus mengubah paradigma pembangunannya dari negara agraris ke negara industri. Industrialisasi di Indonesia menjadi keharusan dan merupakan hal yang tidak dapat ditangguhkan pelaksanaannya. Pendapat demikian jelas keliru. Kalaupun harus menjadi negara industri, namun industrialisasi tersebut harus berbasis pertanian bukan manufaktur;. Untuk mewujudkan rencana pembangunan memang membutuhkan investor untuk menjalankannya, namun perlindungan dan pemenuhan kebutuhan rakyat kecil seperti petani, buruh atau nelayan harus menjadi prioritas.

Pasal 28A UUD 1945 menegaskan bahwa “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”. Pasal ini memberi perlindungan HAM pada hak-hak individu untuk menjaga kelestarian hidupnya dan sumber mata pencahariannya. Hal demikian penting karena kegiatan pembangunan berdampak pada eksistensi penguasaan dan pemilikan tanah oleh rakyat, khususnya tanah pertanian oleh petani. Perlindungan HAM atas hak-hak individu bangsa Indonesia sebenarnya sudah menjadi concern dari idealisme para penyusun UUPA meskipun UUPA bernuasa populis. Tujuan berlakunya UUPA yang mengakhiri dualisme hukum tanah nasional, tidak hanya dimaksudkan untuk menimbulkan unifikasi hukum namun juga untuk menghambat laju modal asing (yang diperkuat kedudukannya dengan berlakunya hukum tanah pemerintah Kolonial Belanda), yang sama sekali tidak menjamin perlindungan hukum atas kepentingan rakyat Indonesia.

Alih fungsi lahan-lahan pertanian subur ke non pertanian seperti pembangunan jalan tol, merupakan contoh nyata bagaimana pemerintah tidak concern terhadap lahan pertanian. Kebijakan konversi lahan pertanian ke non pertanian, menunjukkan pembangunan berbasis pertanian bukanlah prioritas. Hal ini ditunjang pula oleh peraturan perundang-undangan yang tidak konsisten. Undang-undang No. 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, Pasal 44 ayat (1) menegaskan bahwa lahan yang sudah ditetapkan sebagai lahan pangan berkelanjutan dilindungi dan dilarang dialih-fungsikan. Namun ayat (2) pasal tersebut memperkecualikannya jika kepentingan umum membutuhkan, asal sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Peraturan yang dimaksud adalah Undang-undang No. 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Pada undang-undang tersebut, ruang lingkup kepentingan umum dititikberatkan pada penyediaan tanah untuk memenuhi kebutuhan pembangunan infrastruktur (Pasal 10 UU No. 2 tahun 2012).

Untuk menjadi negara modern, Indonesia dapat tetap berwujud negara agraris. Salah satu caranya dengan menjadikan reforma agraria sebagai landasan pembangunannya. Menurut Mochtar Kusumaatmadja, hukum berfungsi sebagai sarana pembaruan masyarakat. Fungsi hukum demikian melengkapi fungsi hukum dari yang sekedar sebagai kontrol sosial (social control). Sebagai kontrol sosial, hukum lebih berfungsi untuk mempertahankan status quo dalam kehidupan masyarakat. Pada negara yang sedang membangun seperti Indonesia; fungsi hukum sebagai alat kontrol sosial saja kurang dapat mengakomodasi kebutuhan rakyat yang dinamis. Untuk itu diperlukan peran lebih besar dari hukum untuk menjadi sarana pembaruan masyarakat. Hukum harus dapat membantu terwujudnya perubahan masyarakat ke arah yang diinginkan sebagai tujuan pembangunan, di mana tujuan pembangunan tersebut harus selaras dengan tujuan negara, dalam hal ini tujuan untuk mewujudkan sebesar-besar kemakmuran rakyat Indonesia sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945.

Kamis, 05 April 2018

Menentukan Biaya Awal dan Modal (Ekonomi Teknik)

1. ANALISIS INCREMENTAL

Analisis incremental adalah pemilihan atas dua alternatif dengan cara menentukan selisih cash flow dari kedua alternatif, umumnya dipakai untuk menentukan IRR dari dua alternatif yang memiliki keseluruhan cash flow negative (kecuali nilai sisa).
Analisis incremental biasanya dinyatakan juga sebagai biaya diferensial, biaya marjinal, atau biaya relevan. Analisis incremental ini fleksibel, dimana data dapat dihitung dan disajikan untuk alternatif keputusan berdasarkan periode, seperti hari, minggu, bulan atau tahun.
Analisis incremental digunakan dalam pengambilan keputusan ketika jumlah dari alternatif keputusan dan keadaan alam sangat besar. Penggunaan tabel payoff atau pohon keputusan mungkin terlalu rumit untuk digunakan, sehingga dalam pengambilan keputusan dilakukan pendekatan yang telah disederhanakan. Pendekatan ini membantu pemimpin perusahaan untuk melakukan sejumlah keputusan yang tepat dalam waktu yang relatif singkat. Analisis ini dapat digunakan dalam berbagai bidang, seperti bidang pemasaran atau bidang produksi.
Analisis incremental adalah cara pengambilan keputusan di mana biaya operasional atau pendapatan dari satu alternatif dibandingkan dengan alternatif lain. Alternatif keputusan terbaik adalah biaya operasional terkecil atau pendapatan yang terbesar. Analisis incremental dapat digunakan untuk mengevaluasi alternatif-alternatif keputusan, seperti:
• Menyimpan atau mengganti barang tertentu
• Membuat atau membeli sejumlah barang tertentu
• Menjual sekarang atau memproses barang lebih lanjut
• Menyewa ruangan lain atau melanjutkan kegiatan
• Melanjutkan atau menghentikan produksi
• Menerima atau menolak penawaran khusus
• Perubahan jangka waktu kredit
• Membuka tempat baru
• Membeli atau menyewa, dan lain-lain
PWbiaya = PWkeuntungan
Atau    PWbiaya – PWkeuntungan = 0
atau     NPW = 0 (net present worth = 0 ).
Jika menggunakan EUAC:
EUAC = EUAB
atau     EUAC – EUAB = 0
atau     NAW (net annual worth) = 0
Contoh :
Pengendalian material disuatu pabrik dilakukan secara manual. Biaya yang diperlukan
untuk gaji karyawan yang mengoperasikan pengendalian material tersebut (termasuk gaji lembur, asuransi, biaya cuti dan sebagainya) ditaksir tiap tahun Rp. 9.200.000.
Pengendalian secara manual ini disebut alternatif A.
Untuk menekan gaji karyawan yang cenderung meningkat, pabrik tersebut ingin mengganti pengendalian material tersebut dengan otomatis ingin mengganti pengendalian material tersebut dengan yang otomatis (alternatif B) yang harganya adalah Rp. 15.000.000. Dengan menggunakan pengendalian otomatis tersebut, gaji karyawan ditaksir akan berkurang menjadi Rp. 3.300.000 tiap tahun. Biaya pengoperasian yang terdiri atas biaya listrik, pemeliharaan dan pajak masing-masing-masing tiap tahun adalah Rp. 400.000, Rp.1.100.000, dan Rp. 300.000. Jika pengendalian otomatis yang digunakan ada pajak ekstra sebesar Rp. 1.300.000 tiap tahun. Pengendalian otomatis tersebut dapat dipakai selama 10 tahun dengan nilai akhir nol. Jika suku bunga i = 9% (MARR), tentukan alternatif mana yang dipilih. Pertama-tama dibuat terlebih dahulu tabel aliran kas tersebut :
GMB1
NPW = 0 = -15.000.000 + 2.800.000 (P/A, i%, 10)
Atau NAW = 0 = -15.000.000 (A/P, i%, 10) + 2.800.000
Dengan cara coba-coba diperoleh i = 13,3%.
Karena i = 13,3% > 9% maka pilih alternatif B karena lebih ekonomis.
Jika digunakan perhitungan EUAC maka diperoleh :
EUAC (A) = Rp. 9.200.000
EUAC (B) = 15.000.000 (A/P, 9%, 10) + 3.300.000 + 400.000 + 1.100.000 + 300.000
+ 300.000
= Rp. 8.737.000.
Hasilnya konsisten dengan perhitungan PW, bahwa EUAC (B) < EUAC (A).


2. BENEFIT COST RATIO

Benefit cost ratio merupakan analisa yang sangat umum digunakan untuk mengevaluasi proyek-proyek yang dibiayai oleh pemerintah. Analisa ini adalah cara praktis untuk menaksir kemanfaatan proyek, dimana hal ini diperlukan tinjauan yang panjang dan luas. Dengan kata lain diperlukan analisa dan evaluasi dari berbagai sudut pandang yang relevan terhadap ongkos-ongkos maupun manfaat yang disumbangkannya.
Proyek-proyek tersebut misalnya, pemerintah ingin membangun bendungan baru disuatu daerah, untuk itu perlu dikaji terlebih dahulu apakali biaya (cost) yang dikeluarkan tersebut memberikan manfaat (benefit) yang lebih atau tidak terhadap masyarakat disekitarnya dan tentu saja terhadap program pemerintah sendiri. Dengan adanya proyek tersebut apakah dapat meningkatkan produksi padi daerah tersebut tiap ha, apakah bendungan tersebut dapat dijadikan tempat wisata dan apakah mungkin untuk membangun PLTA secara ekonomis. Jika manfaat yang diperoleh lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan maka dikatakan proyek acceptable, sedangkan sebaliknya tidak. Seperti halnya evaluasi ekonomis untuk swasta, analisis pemanfaatan biaya disini juga memperhitungkan suku bunga.
Pada umumnya cukup sulit untuk mengidentifikasikan manfaat (benefit) yang diterima oleh masyarakat. Misalnya dalam pembangunan bendungan tersebut, disamping adanya maanfaat tapi ada juga kerugian-kerugiannya (disbenefits) antara lain mengorbankan sebagian masyarakat yang tanahnya digunakan untuk proyek tersebut.
Dalam hal ini perlu berhati-hati untuk melakukan analisis pemanfaatan biaya, untuk itu perlu dilakukan pertimbangan-pertimbangan yang matang, mana yang relevant dianggap sebagai suatu manfaat dan mana yang tidak. Contoh lain, misalnya proyek perbaikan jalan yang bertujuan untuk memperlancar dan mengurangi kecelakaan lalu lintas. Jelas ini bermanfaat bagi masyarakat, karena dapat mengurangi kemacetan dan kecelakaan.
Hal tersebut berarti antara lain memperlancar arus ekonomi, mengurangi pengeluaran untuk memperbaiki kendaraan, rumah sakit dan obat-obatan.Tetapi pengurangan pengeluaran ini berakibat berkurangnya penerimaan untuk bengkel-bengkel, dokter, rumah sakit dan pengecara-pengacara. Dari sudut pemerintah dan pandangan masyarakat, jelas kecelakaan lalu lintas tersebut tak diingini, sehingga dalam analisis kerugian-kerugian pada bengkel, dokter, rumah sakit dan pengacara tidak perlu dimasukkan dan tidak dianggap suatu disbenefit. Sedangkan kerugian penduduk karena tanahnya digunakan untuk proyek bendungan tersebut merupakan suatu disbenefit yang harus dipertimbangkan dalam analisisnya. Misal B= benefit dan C = cost.
Maka perbandingan benefit dan cost dihitung degan rumus.
gmb2
Contoh:
Dalam suatu proyek pengendalian banjir ada 2 alternatif yang diusulkan. Alternatif pertama yaitu memperbaiki saluran (S) untuk memperlancar aliran sungai dan alternatif kedua membangun dam dan reservoir (D & R).Taksiran kerusakan akibat banjir tiap tahun j ika t idak ada pengendalian banjir(TP) adalah Rp 480.000.000. Jika alternatif S dibangun kerugian tersebut dapat dikurangi menj adi Rp 105.000.000 dan jika alternatif D & P dibangun kerugian tersebut berkurang menjadi Rp.55.000.000 (Dalam praktek nilai taksiran tersebut dapat diperoleh dengan menggunakan metode statistika, yaitu sebagai nilai ek s p ekt a s i (expected value), karena kerugian tiap tahun beruhah sesuai dengan besar – kecilnya banjir yang timbul).
Biaya perbaikan saluran ditaksir Rp 2.900.000 dan biaya pemeliharaannya tiap tahun ditaksir Rp 35.000.000. Kedua macam biaya tersebut dibebankan pada anggaran pemerintah. Biaya pembangunan dam dan reservoir (D & R) ditaksir Rp 5.300.000.000 dan ditaksir biaya pengoperasian dan pemeliharaannya tiap tahun Rp 40.000.000. Kedua biaya tersebut dibebankan pada anggaran pemerintah. Pembangunan D & R mempunyai akibat samping yang merugikan lingkungan dan masyarakat sekitarnya. (Dalam analisis ekonomi ini disebut disbenefit/benefit negatif/malefit). Yaitu : pembangunan dam merugikan hasil perikanan rakyat yang ditaksir jumlahnya Rp 28.000.000 tiap tahun, sedangkan pembangunan reservoir merugikan hasil pertanian dan peternakan karena berkurangnya lahan dan ditaksir jumlahnya Rp.10.000.000 tiap tahun. Berdasarkan data di atas akan diselidiki alternatif mana yang paling ekonomis dengan i = 6 % dan umur teknis 50 tahun.
Penyelesaian :
Dalam perhitungan disini digunakan benefit dan cost tiap tahun untuk memudahkan, sebab data yang tersedia dalam tahunan. Pertama dibandingkan terlebih dahulu alternatif perbaikan saluran (S) dengan alternatif tidak ada pengendalian banjir (TP). Keuntungan tiap tahun disini adalah berkurangnya kerugian akibat banjir karena adanya alternatif S dibandingkan dengan alternatif TP. Sedangkan biaya tiap tahun adalah capital recovery cost dan biaya pemeliharaan alternatif S .
B (S – TP) = 480.000.000 – 105.000.000 = 375.000.000
C (S – TP ) = 2900.000.000 (A/P, 6%,50 + 35.000.000 = 219.000.000
B/C = 375.000.000/219.000.000 = 1,71
Karena B/C > 1 berarti pembangunan saluran manfaat yang besar dibandingkan tanpa pengendalian banjir sama sekali.
Selanjutnya dihitung perbandingan incremental B/C antara altarnatif D & R dengan alternatif S :
B (D & R – S) = (105.000.000 – 55.000.000) – (28.000.000 + 10.000.000) = 12.000.000
C (D & R– S)  = 5300.000.000 (A/P, 6%, 50) + 40.000.000
2900.000.000 (A/P, 6%,50) + 35.000.000 = 157.000.000
B/C = 12.000.000 / 157.000.000 = 0.08
Karena B/C – 0,08 alternatif S lebih bermanfaat dibandingkan alternatif D & R.

3. ANALISA PAYBACK PERIOD

Periode pengembalian – payback period
Periode “Payback” menunjukkan berapa lama (dalam beberapa tahun) suatu investasi akan bisa kembali. Periode “Payback” menunjukkan perbandingan antara “initial investment” dengan aliran kas tahunan, dengan rumus umu sebagai berikut :
Payback Period =   Nilai Investasi
                                    Proceed
Apabila periode payback kurang dari suatu periode yang telah ditentukan proyek tersebut diterima, apabila tidak proyek tersebut ditolak. Jangka waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan nilai investasi melalui penerimaan – penerimaan yang dihasilkan oleh proyek investasi tersebut juga untuk mengukur kecepatan kembalinya dana investasi.
Kebaikan Payback Method
  1. Digunakan untuk mengetahui jangka waktu yang diperlukan untuk pengembalian investasi dengan resiko yang besar dan sulit.
  2. Dapat digunakan untuk menilai dua proyek investasi yang mempunyai rate of returndan resiko yang sama, sehingga dapat dipilih investasi yang jangka waktu pengembaliannya cepat.
  3. Cukup sederhana untuk memilih usul-usul investasi.
Kelemahan Payback Method
  1. Tidak memperhatikan nilai waktu dari uang.
  2.  Tidak memperhitungkan nilai sisa dari investasi.
  3. Tidak memperhatikan arus kas setelah periode pengembalian tercapai.
Rumus periode pengembalian jika arus kas per tahun jumlahnya berbeda :
Payback Period = n + a – b  x 1 tahun
                       c – b
n = Tahun terakhir dimana jumlah arus kas masih belum bisa menutup investasi awal
a = Jumlah investasi mula-mula
b = Jumlah kumulatif arus kas pada tahun ke – n
c = Jumlah kumulatif arus kas pada tahun ke n + 1
Rumus periode pengembalian jika arus kas per tahun jumlahnya sama :
Payback Period = Investasi awal x 1 tahun
                  Arus kas
· Periode pengembalian lebih cepat : layak
· Periode pengembalian lebih lama : tidak layak
· Jika usulan proyek investasi lebih dari satu maka periode pengembalian yang lebih
cepat yang dipilih
Contoh kasus arus kas setiap tahun jumlahnya berbeda
Suatu usulan proyek investasi senilai Rp. 600 juta dengan umur ekonomis 5 tahun, Syarat periode pengembalian 2 tahun, dengan tingkat bunga 12% per tahun, dan arus kas pertahun adalah :
· Tahun 1 RP. 300 juta
· Tahun 2 Rp. 250 juta
· Tahun 3 Rp. 200 juta
· Tahun 4 Rp. 150 juta
· Tahun 5 Rp. 100 juta
Arus kas dan arus kas kumulatif
TahunArus kasArus kas kumulatif
1300.000.000300.000.000
2250.000.000550.000.000
3200.000.000750.000.000
4150.000.000900.000.000
5100.000.0001.000.000.000
Payback Period = n + a – b  x 1 tahun
c – b
= 2 + Rp 600jt – Rp 550jt x 1 tahun
Rp 750jt – Rp 550jt
= 2,25 tahun atau 2 tahun 3 bulan

4. BREAK EVENT POINT

Dalam beberapa kondisi ekonomi, biaya dari suatu alternatif mungkin merupakan fungsi dari suatu variabel. Jika dua atau lebih alternatif merupakan fungsi dari suatu variabel yang sama, kemudian ingin ditentukan nilai dari variabel tersebut sedemikian hingga biaya kedua alternatif tersebut sama. Nilai dari variabel yang diperoleh disebut sebagai titik (break-event point).
Jika biaya dari dua alternatif dipengaruhi oleh variabel yang sama maka dapat dicari nilai dari variabel tersebut sehingga kedua alternatif mempunyai biaya yang sama. Biaya dari tiap-tiap alternatif dapat dinyatakan sebagai fungsi variabel independen yang sama, misal :
TC1 = f1(x) dan TC2 = f2(x)
Dimana :
TC1 = total biaya untuk alternatif I
TC2 = total biaya untuk alternatif II
x = variabei independen yang mempengaruhi alternatif I dan II.
Untuk mendapatkan nilai x yang membuat kedua biaya alternatif tersebut sama adalah dengan menyamakan TC1 = TC2. Karena itu f1 (x) = f2(x), dan jika diselesaikan diperoleh nilal x yang dicari dan merupakan suatu titik impas dapat dicari dengan menggunakan prosedur-prosedur yang telah dikembangkan dalam matematika.
Contoh :
Andaikan bahwa diperlukan motor bertenaga 20 TK untuk memompa air dari suatu sumber air. Banyak jam beroperasi (jam motor bekerja) tiap tahun tergantung pada t ingi curah hujan (jadi merupakan suatu variabel). Motor tersebut diperlukan untuk jangka waktu 4 tahun. Untuk penyediaan motor tersebut telah diusulkan 2 alternatif.
Alternatif A memerlukan biaya awal untuk pembelian motor listrik yang bekerja secara otomatis dengan harga Rp 1.400.000 dan nilai akhirnya pada akhir tahun keempat ditaksir Rp 200.000. Biaya pengoperasian tiap jam Rp 840, dan biaya pemeliharaan tiap tahun ditksir Rp 120.000. Alternatif B memerlukan biaya awal untuk pembelian motor gaselin Rp 550.000 dan nilai akhir nol pada akhir periode tahun keempat.
Biaya bahan bakar untuk tiap jam operasi ditaksir Rp 420 ; biaya pemeliharaan ditaksir Rp 150 tiap jam dan biaya operator tiap jam Rp 800. Akan ditentukan berapa jam tiap tahun kedua motor tersebut beroperasi agar biaya kedua altenatif tersebut sama. Gunakan i (MARR) 10 %
Penyelesaian :
Misal   TCA    = total EUAC (A)
CRA    = Capital recovery cost alternatif A
= (1.400.000 – 200.000) (A/P,10%,4) + 200.000 (0,10) = 399.000
MA      = biaya pemeliharaan tiap tahun untuk alternatif A
= Rp. 120.000
CA      = biaya pengoperasian tiap jam = Rp 840
t           = jumlah jam operasi tiap tahun
Maka   TCA    = CRA + MA + CA t
TCB    = total FUAC (B)
CRB    = Capital recovery cost alternatif B
= Rp. 550.000 (A/P, 10%, 4) = Rp. 174.000
HB      = biaya t iap jam dar i penggunaan gaselin + operator + pemeliharaan
= Rp 420 + Rp 800 + Rp 150 = Rp 1370
t           = jumlah jam operasi tiap tahun.
Maka TCB = CRB + Ht.
Untuk mendapatkan titik impas adalah dengan menyelesaikan t dari persamaan.
TCA = TCB
atau CRA + MA + CAt = CRB + HBt
diperoleh  :
gmb3
Jadi kedua motor tersebut sama ekonomisnya jika kedua motor tersebut beroperasi selama 651 jam dalam setahun. Jika digunakan kurang dari 651 jam maka motor gasolin lebih ekonomis dan jika digunakan lebih da r i 651 jam motor listrik lebih ekonomis. Gambar ini menunjukkan total biaya tiap tahun sebagai fungsi dari banyaknya jam bekerja tiap tahun.
gmb4
Perbedaan biaya tahunn antara kedua alternatif tersebut untuk sembarang jam operasi tertentu dapat dihitung sebagai berikut :
Misalnya kedua motor dioperasikan 100 jam tiap tahun maka :
TC  = TCA – TCB
= CRA + MA + CAt – CRB – HBt
= 399.000 + 120.000 + 100 (0,84) – 174 – 100 (1,37)
= Rp. 292.000

5. ANALISIS SENSIVITAS

Analisis sensitivitas merupakan analisis yang berkaitan dengan perubahan diskrit parameter untuk melihat berapa besar perubahan dapat ditolerir sebelum solusi optimum mulai kehilangan optimalitasnya. Jika suatu perubahan kecil dalam parameter menyebabkan perubahan drastis dalam solusi, dikatakan bahwa solusi sangat sensitive terhadap nilai parameter tersebut. Sebaliknya, jika perubahan parameter tidak mempunyai pengaruh besar terhadap solusi dikatakan solusi relative insensitive terhadap nilai parameter itu.
Dalam membicarakan analisis sensitivitas, perubahan-perubahan parameter dikelompokan menjadi:
  1. Perubahan koefisien fungsi tujuan
  2. Perubahan konstan sisi kanan
  3. Perubahan batasan atau kendala
  4. Penambahan variable baru
  5. Penambahan batasan atau kendala baru
Analisis sensitivitas merupakan analisis yang dilakukan untuk mengetahui akibat dari perubahan parameter-parameter produksi terhadap perubahan kinerja sistem produksi dalam menghasilkan keuntungan. Dengan melakukan analisis sensitivitas maka akibat yang mungkin terjadi dari perubahan-perubahan tersebut dapat diketahui dan diantisipasi sebelumnya.
Contoh: Perubahan biaya produksi dapat mempengaruhi tingkat kelayakan
Alasan dilakukannya analisis sensitivitas adalah untuk mengantisipasi adanya perubahan-perubahan berikut :
  1. Adanya cost overrun, yaitu kenaikan biaya-biaya, seperti biaya konstruksi, biaya bahan-baku, produksi, dsb.
  2. Penurunan produktivitas
  3. Mundurnya jadwal pelaksanaan proyek
Setelah melakukan analisis dapat diketahui seberapa jauh dampak perubahan tersebut terhadap kelayakan proyek: pada tingkat mana proyek masih layak dilaksanakan. Analisis sensitivitas dilakukan dengan menghitung IRR, NPV, B/C ratio, dan payback period pada beberapa skenario perubahan yang mungkin terjadi. Mudah dilakukan dalam software spreadsheet.
gmb5


6. DEPRESIASI

Depresiasi atau penyusutan modal adalah suatu komponen yang penting dalam analisis ekonomi teknik, terutama dalam analisis yang berkaitan dengan pajak dan pengaruh inflasi (after tax and inflation analysis). Secara umum depresiasi dapat didefinisikan sebagai berkurangnya nilai suatu asset (yang dapat berupa mesin-mesin, bangunan gedung dll) sesuai dengan waktu. Depresiasi secara umum dapat digolongkan dalam 2 kelompok, yaitu:
  1. Depresiasi yang disebabkan antara lain mesin-mesin atau peralatan-peralatan yang digunakan semakin tua sehingga kemanpuannya berkurang (physical degradation).
  2. Depresiasi yang disebabkan antara lain karena semakin majunya perkembangan teknologi, sehingga diperlukan mesin-mesin atau peralatan-peralatan baru yang lebih efisien dan ekonomis daripada yang dipakai sekarang atau karena adanya perubahan demand di masya r akat baik dari segi kualitas maupun kuantitas sehingga diperlukan tambahan mesin-mesin dan peralatan-peralatan baru (functional depreciation).
Untuk memahami konsep depresiasi bukanlah suatu hal yang mudah, karena disini memuat 2 pengertian yang harus dipertimbangakan. Yang pertama, yaitu depresiasi nilai asset yang sebanarnya sesuai dengan waktu dan yang kedua (yang penting dalam ekonomi teknik) yaitu bagaimana mengalokasikan depresiasi (accounting depreciation) nilai asset tersebut.
Dalam mengalokasikan depresiasi nilai asset ada 2 hal yang dipertimbangkan yaitu:
–          Untuk menjamin bahwa asset yang diinvestasikan dapat diperoleh kembali selama umur ekonomisnya:
–          Untuk menjamin bahwa asset yang. diinvestasikan diperhitungkan sebagai biaya produksi, sehingga berkaitan dengan pajak.
Untuk menghitung depresiasi, ada 3 komponen utama yang digunakan, yaitu : nilai asset (P), umur teknis(n), dan nilai akhir (S). Metode depresiasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
  1. Metode yang bertujuan untuk mengalokasikan depresiasi yang lebih besar pada awal umur teknis daripada akhir umur teknis. Metode yang digunakan antara lain: declining balance depreciation accounting, dan Sum of Years digits depreciation accounting (SOYD).
  2. Metode yang bertujuan untuk mengalokasikan depresiasi secara merata selama umur teknis. Metode yang digunakan adalah straight line depreciation accounting.
  3. Metode yang bertujuan untuk mengalokasikan depresiasi yang lebih besar pada akhir umur teknis daripada awal umur teknis. Metode yang digunakan adalah sinking – fund depreciation accounting.
Straight line depreciation accounting
Besarnya depresiasi pada tahun ke t dengan metode ini diberikan oleh rumus :
gmb6
dimana d adalah laju depresiasi.
Contoh 1 :
Misal P = Rp. 10.000.000, S = 1.000.000 dan n = 5 tahun
gmb7
BVt adalah nilai buku pada tahun ke t yang besarnya adalah BVt -1 – Dt, dimana BV0 = P, dan dapat dibuktikan bahwa:
gmb8
DECLINING – BALANCE Depreciation Accounting
Dalam metode ini besarnya depresiasi pada awal-awal tahun pemakaian lebih besar dari pada akhir tahun pemakaian. Karena diharapkan misalnya mesin-mesin yang baru dapat memeberikan produktivitas yang lebih tinggi pada awal pemakainnya daripada akhir pemakaiannya. Dalam metode ini, untuk laju depresiasi tertentu, besarnya depresiasi adalah perkalian laju depresiasi dengan nilai buku pada periode bersangkutan.
Contoh 2 :
Lihat kembali contoh 1.
Misal digunakan laju depresiasi 40%.
gmb9
Konstanta k biasanya adalah 1,25 ; 1,5 ; 2,0. Jika k = 2 seperti contoh 2. disebut double declining balance depreciation.
Besarnya depresiasi pada tahun ke t adalah :
Dt = dr (BVt-1)
Dan     BVt-1 = P (1- dr)t-1

Sum of Years digits (SOYD) depreciation accounting
Metode ini berdasarkan jumlah bilangan tahun, dimana nilai suatu asset berkurang sebanding dengan unit tahunnya.
Contoh 3:
Lihat kembali contoh 1.
Jumlah unit tahun = 1 + 2 + 3 + 4 + 5 = 15
gmb10
Sinking – fund depreciation accounting
Dalam metode ini di andaikan nilai dari asset berkurang pada saat laju depresiasi bertambah.
Contoh 4:
Lihat kembali contoh 8.1 dan digunakan sinking fund 6 %. Sinking fund depreciation pada tahun :
Pertama       :   (10.000.000 – 1.000.000) (A/F, 6%, 5) = 1.596.600
Kedua         :   1.596.600 + 0,06 (1.596.600) = 1.692.390
Ketiga         :   1.692.390 + 0,06 (1.692.390) = 1.793.940
Keempat      :   1.793.940 + 0,06 (1.793.940) = 1.901.580
Kelima         :   1.901.580 + 0,06 (1.901.580) = 2.015.670
gmb11
Secara umum :
Dt = (P-S) (A/F, i%, n) + i (P-S) (A/F, i%, n) (F/A, i , t-1)
Setelah disederhanakan diperoleh :
Dt = (P-S) (A/F, i, n) (F/P, i, t-1)
BVt = P-(P-F) (A/F, i, n) (F/A, i, t)
gmb12
Contoh Soal :
Suatu investasi pada peralatan seharga Rp. 36.000.000 diharapkan dapat menghemat pengeluaran perusahaan sebesar Rp. 8.900.000 tiap tahun untuk selama 8 tahun dan ditaksir nilai akhirnya sama dengan nol pada akhir tahun ke 8. Dengan menggunakan pajak pendapatan (income tax rate) sebesar 48 %, hitung rate of return investasi tersebut dengan menggunakan kondisi-kondisi berikut :
  1. Sebelum pajak pendapatan (before income tax).
  2. Setelah pajak pendapatan dengan menggunakan straight line depreciation.
  3. Setelah pajak pendapatan dengan SOYD.
  4. Setelah pajak pendapatan dengan menggunakan double rate declining balance depreciation untuk 4 tahun pertama dan 4 tahun berikutnya digunakan straight line depreciation.
  5. Setelah pajak pendapatan dengan SOYD dan ITC (investuen tax credit) sebesar 10% diterapkan langsung.
  6. Setelah pajak pendapatan dengan mengadaikan semua investasi dihapuskan untuk tujuan pajak.
  7. Setelah pajak pendapatan dengan menggunakan depresiasi ACRS (accelerated cost recovery system), lihat Tabel (apendik) dan ITC sebesar 10 % diterapkan langsung.
  8. Setelah pajak pendapatan dengan mengandaikan investasi dihapuskan sebesar 20 % tiap tahun untuk 5 tahun dan ITC sebesar 10 % diterapkan langsung.
  9. Setelah pajak pendapatan dengan menggunakan depresiasi ACRS untuk 5 tahun mulai 1986 dan ITC sebesar 10 % diterapkan langsung.
Penyelesainnya :
a. Sebelum pajak
NPW = 0 = – 36.000.000 + 8.900.000 (P/A. i %, 8)
Dengan cara interpolasi (trial and error) diperoleh i = 18,3 %.
b. Dt = (P-S)/n = 36.000.000 / 8 = 4.500.000
Dibuat terlebih dahulu aliran kasnya :
gmb13
NPW = 0 = – 36.000.000 + 6.778.000 (P/A, i %, n)
Dengan interpolasi diperoleh i = 10,2 %.
c. Setelah pajak pendapatan dengan SOYD :
gmb14
gmb15
NPW = 0 = – 36.000.000 + 8.468.000 (P/A, i %, 8) – 480.000 (P/G, i %, 8)
Dengan interpolasi diperoleh i = 11,2 %.
d. dr = 2 / n= 0,25
Dihitung terlebih dahulu depresiasinya dengan double rate declining balance depreciation untuk 4 tahun pertama.
BV0 = 36.000.000, D1 = dr BV0 = 0,25 (36.000.000) = 9.000.000
BV1 = P (1 – dr) = 36.000.000 (1 – 0,25) = 27.000.000, D2 = dr BV1 = 0,25 (27.000.000) = 6.750.000
BV2 = P (1 – dr2) = 36.000.000 (1-0,25)2 = 20.250.000
d3 = 0,25 BV2 = 50.625.500
BV3 = 36.000.000 (1-0,25)3 = 15.187.500
D4 = 0,25 BV3 = 3.797.000
BV4 = 36.000.000 (1-0,25)4 = 11.390.500
BV4 = merupakan P untuk straight line depretation, yaitu :
Dt = (11.390.500 – 0) / 4=  2.848.000, untuk t = 5, 6, 7, 8.
gmb16
NPW = 0 = – 36.000.000 + 5.995.000 (P/A, i %, 8) + CFt – 5.995.000) (P/F, i %, t)
Dengan interpolasi diperoleh i = 11,1 %.
e. gmb17
ITC = 10 % (36.000.000) = 3.600.000
NPW = 0 = – 32.000.000 + 8.468.000 (P/A, i %, n) – 480.000 (P/G, i %, 8)
Dengan interpolasi diperoleh i = 14,6 %.
f. gmb18
g. dari tabel di atas :
Depresiasi pada tahun   Pertama  = 0,15 (36.000.000) = 5.400.000
Kedua    = 0,22 (36.000.000) = 7.920.000
Ketiga    = 0,21 (36.000.000) = 7.560.000
Keempat = 0,21 (36.000.000) = 7.560.000
Kelima    = 0,21 (36.000.000) = 7.560.000
Dengan interpolasi diperoleh i = 14,7 %
gmb19
Besarnya depresiasi pada  Tahun pertama = 20 % (36.000.000) = 7.200.000
Tahun kedua = 32 % (36.000.000) = 11.520.000
Tahun ketiga = 24 % (36.000.000) = 8.640.000
Tahun keempat = 16 % (36.000.000) = 5.760.000
Tahun kelima = 8 % (36.000.000) = 2.880.000
Dengan interpolasi diperoleh i = 15,6 %.


7. UMUR EKONOMIS

Umur ekonomis adaah depresiasi atau penyusutan dalam akutansi adalah penyebaran biaya asal suatu aktiva tetap (bangunan, alat, komputer, dll) selama umur perkiraannya. Penerapan depresiasi akan mempengaruhi laporan keuangan, termasuk penghasilan kena pajak suatu perusahaan. Metode yang paling mudah dan paling sering digunakan untuk menghitung penyusutan adalah metode penyusutan garis lurus (straight-line depreciation). Tapi selain itu, ada pula metode penghitungan lain yang bisa juga digunakan, seperti metode penyusutan dipercepat, penyusutan jumlah angka tahun, dan saldo menurun ganda. Umur ekonomi menurut kegunaannya dibagi menjadi dua jenis, yaitu :

1.    Umur ekonomi aset baru
Umur ekonomi aset akan meminimasi ekuivalen biaya tahunan seragam (equivalent uniform annual cost – EUAC) kepemilikan dan pengoperasian aset. Sangat penting untuk mengetahui umur ekonomi aset baru (penantang) berdasarkan prinsip bahwa aset baru dan aset lama harus dibandingkan berdasarkan umur ekonomi (optimum) mereka.
Sangat penting mengetahui umur ekonomi, EUAC minimum dan total biaya tahun demi tahun atau biaya tambahan untuk aset baru maupun aset lama sehingga keduanya dapat dibandingkan berdasarkan evaluasi terhadap umur ekonomi dan biaya yang paling hemat keduanya.Untuk sebuah aset baru, umur ekonominya dapat dihitung jika investasi modal,biaya tahunan dan nilai pasar per tahun diketahui atau dapat diestimasi.
Analisis sebelum pajak :
PWk (i%) = I – MVk (P/F,i%,k) + SEj (P/F,i%,j)
TCk (i%) = MVk-1 – MVk + iMVk-1 + Ek
Contoh
Sebuah truk forklift baru akan memerlukan investasi sebesar $20.000 dan diharapkan memiliki nilai pasar akhir tahun serta biaya tahunan seperti diperlihatkan pada tabel dibawah ini. Jika MARR sebelum pajak adalah 10% per tahun, berapa lama aset tersebut harus dipertahankan kegunaannya?
tahun,kBiaya penggunaan pada tahun, kEUAC tahun k
(2)MV, akhir tahun, k(3)Penyusutan aktual selama tahun, k(4)Biaya modal = 10% dari MV awal tahun(5)Biaya tahunan (Ek)(6) = (3)+(4)+(5)Total biaya (marginal) tahun k (TCk)(7)EUACk=[STCj(P/F,10%,j)](A/P,10%,k)
0$20.000
115.000$5.000=20.000-15.000$2.000= 20.000×0,1$2.000$9.000$9.000
211.2503.750=15.000-11.2501.500= 15.000×0,13.0008.2508.643
38.5002.750=11.250-85001.125=11.250×0,14.6208.4958.600® EUAC minimum (N*=3)
46.5002.000=8500-6500850=8500×0,18.00010.8509.082
54.7501.750=6500-4750650=6.500×0,112.00014.4009.965
Asumsi : semua arus kas terjadi pada setiap akhir tahun.
Kolom 3 : Penyusutan aktual untuk setiap tahun adalah perbedaan antara nilai pasar awal dan akhir tahun. Penyusutan untuk masalah ini tidak dihitung berdasarkan metode formal namun didasarkan pada hasil kekuatan ekspektasi pasar.
Kolom 4 : Opportunity cost modal pada tahun k adalah 10% dari modal yang tidak direcover (diinvestasikan dalam aset) pada awal masing-masing tahun.
Kolom 7 : Equivalent uniform annual cost (EUAC) yang akan timbul setiap tahun jika aset tersebut dipertahankan penggunaannya sampai tahun k, dan selanjutnya digantikan pada akhir tahun. EUAC minimum terjadi pada akhir tahun N*. ® Pada aset disini memiliki EUAC minimum jika dipertahankan kegunaannya hanya selama tiga tahun (yaitu N*=3).
EUAC2 (10%) = $20.000(A/P,10%,2)-$11.250(A/F,10%,2) + [$2.000(P/F,10%,1) + $3.000(P/F,10%,2)](A/P,10%,2)
= $8.643

2.    Umur ekonomi aset lama
Pembandingan aset baru dengan lama harus dilakukan secara hati-hati karena melibatkan umur yang berbeda. Aset lama harus dianggap memiliki umur lebih lama dibanding umur ekonomi sebenarnya sepanjang biaya marginalnya kurang dari EUAC minimum aset baru.
Jika tidak ada MV aset lama saat ini atau nanti (dan tidak ada pengeluaran untuk perbaikan) dan jika biaya operasi aset lama diperkirakan akan meningkat setiap tahun, maka sisa umur ekonomi yang menghasilkan EUAC paling kecil akan satu tahun.
Jika MV lebih besar dari nol dan diharapkan menurun dari tahun ke tahun, maka perlu dilakukan perhitungan sisa umur ekonomi. Penundaan (postponement) umumnya diartikan sebagai penundaan keputusan mengenai kapan akan melakukan penggantian, bukan mengenai keputusan untuk menunda penggantian sampai tanggal masa datang tertentu.
Contoh
Misalnya ingin diketahui berapa lama sebuah truk forklift harus dipertahankan kegunaannya sebelum diganti dengan truk forklift baru yang data-datanya diberikan pada contoh 3. Truk lama dalam kasus ini sudah berusia dua tahun, yang dibeli dengan biaya $13.000 dan memiliki MV yang dapat dicapai saat ini (realizable MV) sebesar $5.000. Jika dipertahankan, nilai pasar dan biaya tahunannya diperkirakan akan seperti berikut :
Akhir tahun kMV akhir tahun kBiaya tahunan, Ek
1$4.000$5.500
23.0006.600
32.0007.800
41.0008.800
Tentukan periode paling ekonomis untuk tetap mempertahankan aset lama sebelum menggantinya dengan aset pengganti yang ada pada contoh 3. Biaya modal adalah 10% per tahun.\
Jawaban :
Penentuan umur ekonomi aset lama
(1)Akhir tahun, k(2)Penyusutan aktual selama tahun k(3)Biaya modal = 10% dari MV awal tahun (*)(4)Biaya tahunan (Ek)(5)Total biaya (marjinal) atau tahun (TCi)
=(2)+(3)+(4)(6)EUAC sampai tahun k1$1.000$500$5.500$7.000$7.00021.0004006.6008.0007.47431.0003007.8009.1007.96641.0002008.80010.0008.406
(*) tahun satu berdasarkan MV yang dapat dicapai sebesar $5.000
Perhatikan bahwa EUAC minimum sebesar $7.000 berkaitan dengan mempertahankan aset lama satu tahun lagi. Namun, biaya marjinal mempertahankan truk untuk tahun kedua adalah sebesar $8.000, yang masih tetap lebih kecil dari EUAC minimum aset pengganti (yaitu $8.600 dari contoh 3). Biaya marjinal untuk mempertahankan aset lama pada tahun ketiga dan tahun selanjutnya lebih besar dari $8.600 EUAC minimum truk baru. Berdasarkan data yang ada saat ini, paling ekonomis untuk mempertahankan aset lama selama dua tahun lagi dan selanjutnya menggantinya dengan aset baru.

PERBANDINGAN KETIKA MASA MANFAAT ASET LAMA BERBEDA DENGAN ASET PENGGANTI
Situasi ketiga terjadi ketika masa manfaat aset pengganti terbaik dan aset lama diketahui, atau dapat diestimasi, namun tidak memiliki nilai yang sama.
Ketika asumsi berulangan (repeatability) tidak dapat diterapkan, asumsi berakhir bersamaan (coterminated) dapat digunakan; asumsi ini menggunakan periode studi terbatas untuk semua alternatif. Jika pengaruh inflasi akan dilibatkan dalam analisis penggantian, dianjurkan untuk menggunakan asumsi coterminated.
Contoh
Andaikan kita dihadapkan pada masalah penggantian yang sama dengan contoh di atas, kecuali bahwa periode masa manfaat yang dibutuhkan adalah (a) tiga tahun atau (b) empat tahun. Artinya, periode analisis terbatas dengan menggunakan asumsi coterminated digunakan. Untuk setiap kasus tersebut, alternatif mana yang harus dipilih?
Jawaban :
(a)  Untuk perencanaan tiga tahun, secara intuitif kita akan berpikir apakah aset lama harus dipertahankan tiga tahun lagi ataukah harus segera diganti dengan aset baru untuk digunakan tiga tahun kemudian. EUAC aset lama untuk tiga tahun adalah $7.966 dan EUAC aset baru untuk tiga tahun adalah $8.600. Berdasarkan hal ini, aset lama akan dipertahankan selama tiga tahun. Namun, ini tidaklah tepat. Dengan memfokuskan pada kolom “total biaya (marginal)”, kita dapat melihat bahwa aset lama memiliki biaya paling rendah pada dua tahun pertama, tetapi pada tahun ketiga aset lama ini memiliki biaya sebesar $9.100; sedangkan biaya tahun pertama aset pengganti adalah $9.000. Dengan demikian, akan lebih ekonomis untuk mengganti aset lama setelah tahun kedua. Kesimpulan ini dapat dibuktikan dengan menghitung semua kemungkinan penggantian dan biayanya yang terkait, untuk selanjutnya menghitung EUAC masing-masing.
(b)  Untuk rentang perencanaan empat tahun, alternatif-alternatif tersebut beserta biaya-biayanya yang terkait untuk masing-masing tahun dan EUACnya ada dalam tabel dibawah ini
Penentuan kapan untuk mengganti aset lama dengan rentang rencana empat tahun
Pertahankan aset lama untukPertahankan aset baru untukBiaya total (marjinal) untuk setiap tahunEUAC pada 10% untuk 4 tahun
1234
0 tahun4 tahun-$9.000-$8.250-$8.495-$10.850-$9.082
13-7.000-9.000-8.250-8.495-8.301
22-7.000-8.000-9.000-8.250-8.005 ® negatif terkecil
31-7.000-8.000-9.100-9.000-8.190
40-7.000-8.000-9.10010.000-8.406
Jadi, alternatif paling ekonomis adalah mempertahankan aset lama selama dua tahun lagi kemudian menggantinya dengan aset baru, untuk dipertahankan dua tahun kemudian. Jika analisis penggantian melibatkan aset lama yang tidak dapat lagi digunakan akibat perubahan teknologi, keharusan perbaikan, dst, maka pilihan diantara dua atau lebih alternatif harus dibuat.
Contoh
Sebuah robot digunakan dalam sebuah laboratorium komersial untuk menangani sampel keramik yang ditempatkan dalam ruang bertemperatur tinggi yang merupakan bagian dari sebuah prosedur pengujian. Karena adanya perubahan kebutuhan konsumen, robot tersebut tidak akan dapat memenuhi persyaratan kebutuhan masa datang. Sedangkan di masa datang akan diperlukan pengujian sampel material keramik yang lebih besar, juga dengan temperatur yang makin tinggi. Kedua perubahan ini akan melebihi kemampuan operasi robot yang ada saat ini.
Karena situasi ini, dua robot berteknologi tinggi telah dipilih untuk dilakukan analisis ekonomi dan perbandingan diantara keduanya. Estimasi berikut ini telah dikembangkan dari informasi yang diberikan oleh beberapa pengguna robot-robot tersebut dan data-data yang diperoleh dari pembuat robot tersebut. MARR sebelum pajak perusahaan adalah 25% per tahun. Berdasarkan informasi ini, robot mana yang secara ekonomi lebih dipilih?
ROBOT
R1
R2
Investasi modal harga pembelian-$38.200-$51.000
Biaya pemasangan-2.000-5.500
Biaya tahunan-1.400 dalam tahun 1, dan meningkat setelahnya pada tingkat 8%/tahun-1.000 pada tahun 1, dan meningkat setelahnya pada $150/tahun
Masa manfaat (tahun)6110
Nilai pasar-$1.500+$7.000

Jawaban :
Asumsi berulangan (repeatability) dengan metode AW digunakan dalam pembandingan kedua robot. Kedua robot tersebut, jika terpilih, diharapkan dapat memberikan jasa yang diinginkan selama periode masa manfaat totalnya. Demikian pula kedua robot paling mungkin akan diganti pada akhir masa hidupnya dengan robot baru pengganti yang lebih baik. Ekuitas biaya tahunan (annual equivalent cost) sebuah penantang baru pada saat itu harus lebih kecil dari model R1 atau R2 dan harus memberikan jasa yang sama atau lebih baik karena perkembangan teknologi yang terus berlanjut serta persaingan diantara pembuat robot.
Estimasi biaya tahunan R1 adalah urutan kas geometris dimulai tahun pertama. Convenience rateyang dibutuhkan untuk menghitung PW urutan ini adalah
icr = (0,25-0,008)/1,08 = 0,1574 atau 15,74%.
Nilai sisa (salvage value) negatif (-$1.500) menunjukkan biaya neto yang diharapkan untuk pelepasan aset pada akhir tahun keenam.
AWR1(25%)     = – ($38.200 + $2.000) (A/P,25%,6) – ($1.400/1,08) (P/A,15,74%,6) – ($1.500) (A/F,25%,6)
= -$15.382
Untuk model R2, AW selama masa manfaatnya adalah
AW (25%)       = – ($51.000 + $5.500) (A/P,25%,10) – [$1.000(P/A,25%,10) + $150(P/G,25%,10)] (A/P,25%,10) +$7.000(A/F,25%,10)
= -$17.035
Robot pengganti R1 secara ekonomis lebih dipilih karena AW selama masa manfaatnya memiliki nilai negatif paling kecil (-$15.382).
Berdasarkan konsep di atas, peran perhitungan ekonomi sangatlah penting dalam segala bidang termasuk dalam pemiihan alat rumah tanngga dan di dunia usaha maupun industri. Penting, di karenakan umur ekonomis bisa berpengaruh dengan penghasilan produksi, laba, investasi dan kemajuan dalam kegiatan ekonomi. Bisa dianalogikan umur ekonomis sebagai pedoman peritungan dalam mengambl keputusan dalan hal kegiatan ekomnomi. Makin kita memperhatikan masalah umur ekonomis, makin kecil kemungkinan kita mengalami kerugian.















Daftar Pustaka :
https://sekaranindya.wordpress.com/2012/12/25/ekonomi-teknik/